Puisi: Hendrikus Makin
Di tanah Pati, padi menguning menanti panen,
tapi tangan penguasa memetik bukan dengan sayangโ
ia memetik dengan serakah.
Angka pajak melompat setinggi kesombongan,
dua ratus lima puluh persen
menusuk dada rakyat
yang sudah lama menahan lapar.
Di pasar, wajah-wajah kuli angkut mengeras,
ibu-ibu kehilangan senyum di balik kerudung lusuh,
dan di sawah, para petani menggenggam cangkul
bukan lagi untuk membajak,
tapi untuk memukul rasa takut.
Kami turun ke jalan,
membawa suara yang tak bisa lagi dibungkam.
Kami teriak,
bukan sekadar marahโ
ini adalah jerit perut,
jerit hati yang diperas sampai kering.
Bupati yang pongah,
di kursimu yang tinggi kau lupa
bahwa kekuasaan tanpa welas asih
hanyalah singgasana rapuh
yang runtuh oleh gelombang rakyat.
Dan hari ini,
Pati bukan lagi tanah yang diam.
Ia adalah lautan amarah
yang siap menelan kesombongan
dan menurunkan takhta yang menindas.
No comments yet.